Kali ini saya ingin menulis tentang take rate ratio. Tapi sebenarnya bukan itu saja, melainkan tentang pentingnya kritis dan kroscek ketika sedang menganalisis emiten.
Beberapa hari yang lalu, salah seorang member SIC yang juga pakar IT nyeletuk, “BUKA is improving. Katanya bentar lagi EBITDA positif.”
Lalu saya balas pakai meme EBITDA yang terkenal ini. 😎
Sekilas Kinerja BUKA 3Q23
Beliau lalu melanjutkan, “MC 21T, cash 19T.” Sambil menyertakan data berikut dari presentasi 3Q23 BUKA.
Ya, memang benar sih, kinerja BUKA ada perbaikan. Revenue-nya tumbuh tinggi sementara bebannya terjaga. Bahkan manajemen menargetkan dapat meraih adjusted EBITDA positif tahun 2023 ini. Kita tunggu saja.
Ditambah BUKA cukup beruntung karena perdana IPO 21.3T, terbesar dari kompetitornya GOTO (13.5T) dan BELI (8T). Dengan cash sebanyak itu, BUKA juga jadi bisa menghasilkan pendapatan bunga yang fantastis, sebesar 541M selama sembilan bulan tahun ini. 😎
Saya sempat nyeletuk juga, jangan-jangan nanti BUKA yang survive? Seperti kasus Amazon (AMZN). Kesuksesan AMZN juga ada faktor luck seperti BUKA. Persis ketika AMZN baru saja dapat pendanaan, dot com bubble pecah. Pesaingnya banyak yang kolaps, AMZN yang masih pegang banyak cash, akhirnya menang. Mirip seperti BUKA sekarang pegang cash terbanyak.
Tapi tulisan ini tidak ingin membahas detil khusus tentang BUKA. Jadi kita cukupkan dulu dan mari kita lanjut. Kecuali anda berminat, tentu saja dengan senang hati silakan lanjutkan di kolom komentar. 😎
Apa Itu Take Rate?
Secara umum, take rate adalah rata-rata komisi yang didapatkan oleh perusahaan dari setiap transaksi yang terjadi yang difasilitasi perusahaan tersebut. Metrik ini banyak digunakan untuk perusahaan penyedia layanan pihak ketiga seperti marketplace dan fintech. Contohnya di Indonesia GOTO, BUKA, dan BELI. Metrik ini berguna, karena bisnis perusahaan tersebut adalah penyedia jasa atau platform yang memungkinkan pihak ketiga melakukan transaksi, dan perusahaan penyedia jasa tersebut mendapatkan fee dari setiap transaksi yang terjadi.
Misalnya, penjual A menjual barang senilai 10 juta dan dari transaksi ini penyedia platform mendapatkan komisi 100 ribu. Maka dalam kasus ini TR = 100 000 : 10 000 000 = 1%.
Take Rate Ratio BUKA
Dari celetukan, akhirnya melebar dan tahu-tahu jadi penasaran dan mulai sama-sama buka laporan keuangan dan presentasi dari PT Bukalapak.com Tbk (BUKA).
Obrolan berlanjut ke “kapan cuannya?” dan akhirnya tentang take rate ratio.
Saya punya kebiasaan cek dan ricek. Biasanya saya coba hitung ulang. Kebiasaan ini menurut saya berguna. Entah itu TR, TPV, NPL Gross dan Netto, atau metrik lainnya, dengan mencoba menghitung sendiri – tidak hanya telan bulat-bulat data yang disodorkan – saya merasa saya menjadi lebih paham “barang” apa yang sedang saya hitung.
Nah, ketika saya hitung ulang, saya merasa, “Kok kayak ada yang aneh?” Saya belum tahu di mana anehnya, tapi ada yang janggal.
Nah, coba perhatikan gambar di bawah ini.
Terlihat di sana, BUKA menghitung Take Rate = Revenue : TPV, nilainya adalah 2.72% untuk periode 9M23.
Lalu, lihat Laporan Laba Rugi BUKA ini.
Ada yang aneh ya?
Iya, aneh. Karena BUKA menghitung TR = Revenue/TPV. Tetapi, jika kita perhatikan Laporan Laba Rugi, masih ada COGS. Artinya Revenue ini tidak hanya fee, tapi masih ada Beban Pokok. Lah, kalo masih ada COGS (Cost of Goods Sold), berarti ini tidak murni fees, dong? Sebagian Revenue BUKA adalah jual barang sendiri (bukan pihak ketiga)? Dan kalau begitu, tidak akurat kalau menghitung TR = Revenue/TPV?
Jika kita coba hitung GPM, maka GPM 3Q23 adalah 25%.
Saya waktu itu bilang. Seharusnya net take rate BUKA bukan 2.72% melainkan 25% * 2.72% = 0.68%. Lebih akurat lagi kalau barang jualan sendiri kita pisahkan, artinya yang ada COGS kita tidak hitung. Sehingga kita bisa dapatkan berapa TR sebenarnya.
Suka artikel ini? Masukkan email untuk mendapatkan artikel terbaru via email. NO SPAM.
Take Rate Ratio BELI
Lalu saya teringat ada PT Global Digital Niaga Tbk (BELI). Coba cek bagaimana BELI menghitung take rate.
BELI menghitung Take Rate = GPBD/TPV. NAH! Ini cocok dengan yang ada di pikiran saya, seharusnya memang begini. Yang dihitung adalah GPBD (Gross Profit Before Discount), bukan Revenue.
Kalau mau lebih akurat lagi, kita bisa keluarkan RANC dulu, hitung TPV dan GPBD yang telah kita sesuaikan, maka kita bisa dapatkan TR dari bisnis BliBli dan tiket.com.
Penutup
Jadi hasilnya adalah BUKA dan BELI menghitung take rate dengan cara yang berbeda.
Di mana bedanya? BUKA menghitung take rate = Revenue/TPV, sementara di Revenue ini masih ada COGS.
Sedangkan BELI menghitung take rate = GPBD/TPV. Ini lebih akurat, karena GPBD sudah dikurangi COGS. Hasilnya take rate BELI 4.9%.
Dengan cara yang sama seperti ini, maka TR BUKA sekitar 0.68%, bukan 2.72% seperti klaim di presentasi emiten.
Pelajaran saya dari diskusi tersebut tidak semata-mata tentang TR ratio, tapi yang ingin saya sampaikan adalah sebaiknya kita selalu kritis dan coba kroscek sendiri data yang ada.
Hal ini bisa membantu kita lebih memahami arti metrik tersebut dan juga kita bisa lihat emiten yang mana yang ngasal (uppss!) dan emiten mana yang jujur. Kita juga bisa melakukan penyesuaian sendiri, misalnya dalam kasus ini kita bisa tahu berapa TR BUKA sebenarnya.
Sekian, dude!
Disclaimer : Tulisan ini tidak merekomendasikan BUKA, BELI, mau pun GOTO. Demikian harap maklum, dude.