Beranda » Value Investing » Bedah Buku : The Little Book of Valuation by Aswath Damodaran
Bedah Buku : The Little Book of Valuation

Bedah Buku : The Little Book of Valuation by Aswath Damodaran

Berikut ini adalah bedah buku The Little Book of Valuation by Aswath Damodaran tentang valuasi nilai wajar perusahaan. Bedah buku investasi saham ini dipresentasikan @JaneSingleton di grup telegram Jim Bear Club.


All valuations are biased.. you almost never start valuing a company with a blank slate.

Aswath Damodaran

Ada lima tema besar yang Prof Damodaran ingin sampaikan di buku ini. Lima tema besar tersebut:

1. Foundation (Konsep, Pendekatan)
2. Intrinsic Valuation
3. Relative Valuation
4. Valuasi nilai wajar perusahaan sesuai siklusnya (life cycle)
5. Valuasi nilai wajar untuk kasus-kasus khusus

Tema Pertama : FOUNDATION

Konsep Valuasi Nilai Wajar

Main principle in investing: an investor does not pay more for an asset than it is worth. Untuk tahu berapa value (nilainya) maka kita dalam konteks sebagai investor pasar modal perlu tahu cari valuasi saham tersebut.

Kesalahpahaman Dalam Valuasi Nilai Wajar

Kesalahpahaman Pertama

Tujuan dari valuasi nilai wajar adalah untuk mendapatkan nilai saham yang sebenarnya (‘true’ value).

o All valuations are biased

Pada saat seseorang memilih suatu emiten yang akan dianalisa/divaluasi, biasanya sudah ada pre-conception mengenai emiten tersebut: emiten ini ada di porto seseorang, foreign big fund manager lagi akumulasi sahamnya, ada ‘news’ mengenai emiten ini media, terlanjur punya sahamnya di porto, dan sebagainya. Secara tidak sadar, bias ini akan masuk dalam model valuasi yang kita lakukan, bisa jadi dalam perhitungan forecast growth yang terlalu optimis, memandang emiten ini tidak akan bangkrut (safe/less risky), dan sebagainya.

Yang perlu kita lakukan adalah menyadari bias ini dan mencatat apa saja biasnya, jadi saat melakukan valuasi nilai wajar bisa di-crosscheck dengan daftar biasnya. Karena ada bias dalam valuasi, maka valuasi yang kita dapatkan bisa berbeda-beda untuk tiap orang, jadi tidak ada ‘true’ value yang acceptable/applicable untuk semua orang.

Kesalahpahaman Kedua

Valuasi yang bagus adalah valuasi yang menghasilkan estimasi yang akurat.

o Tidak ada valuasi nilai wajar yang akurat karena pada dasarnya kita melakukan forecast dan sangat memungkinkan forecast yang kita lakukan tidak match dengan actual/real numbernya. Misal di tahun depan kita forecast emiten A revenue growth-nya bakal naik 10% tahun depan. Ternyata di tahun tersebut revenue growth hanya 5%. Dari situ kita bisa analisa apakah kita terlalu optimis saat put growth rate? Apakah underestimate kompetitor? Story yang kita bangun tidak memperhitungkan regulasi pemerintah? Jadi makin banyak salahnya makin bertambah ilmunya.


Suka artikel ini? Masukkan email untuk mendapatkan artikel terbaru via email. NO SPAM.


Kesalahpahaman Ketiga

Semakin kompleks model valuasi nilai wajar yang kita gunakan, semakin bagus hasilnya.

o Semakin sederhana model valuasi yang kita gunakan dan benar-benar dikuasai, itu lebih baik dibanding menggunakan model yang kompleks. Semakin kompleks model, butuh data input yang lebih banyak dan akan lebih tinggi probabilitas kesalahan saat input data.

Pada dasarnya output dari valuasi nilai wajar kita gunakan untuk:

Basis for wait/buy/stay away

Valuasi ini kita pakai untuk menjawab pertanyaan dari artikel Investasi Saham Untuk Pemula : Langkah Awal.

Basis for something to hold on to

Saat market bearish, panic selling, atau lagi cocktail party, kita punya valuasi nilai wajar tersebut untuk secara jernih dan logis menganalisa apakah jatuhnya saham emiten kita karena kinerja buruk temporarily atau permanently, atau karena isu eksternal yang tidak ada kaitannya dengan bisnis emiten. Kalau kinerja masih ok, harga saham jatuh, kita bisa santai average down. Atau kalau current market sudah tidak sesuai perhitungan valuasi, kita bisa putuskan apakah tetap kita keep atau waktunya menjual saham tersebut.

Jadi jangan sampai udah susah payah bedah bisnis emiten, bedah LK, entry and adjust numbers ke model sampai dapat nilai wajar emiten… terus IHSG merah padam atau ijo royo royo dan kita terburu-buru buki/haka. Harus jernih dan tetap lihat performa emiten, apakah revenue turun tipis tapi prospek ke depan masih kinclong sedangkan price turun lebih banyak dan masih ok untuk di-haka? Atau management yang baru koplak atau tidak peduli dengan shareholder minoritas atau tidak punya integritas jadi perlu segera buki? Dan seterusnya.

Valuasi nilai wajar bukan one-time exercise, perlu revisit secara berkala untuk memastikan asumsi yang kita pakai masih relevan sesuai perkembangan bisnis emiten tersebut atau perlu kita adjust dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi bisnis perusahaan.

Valuasi Nilai Wajar : Bridging The Gap
Valuasi Nilai Wajar : Bridging The Gap

Pendekatan Valuasi Nilai Wajar

Di buku disebutkan ada 2 pendekatan dalam melakukan valuasi nilai wajar.

1. Intrinsic Valuation

Dasar valuasi: kemampuan perusahaan untuk generate cash flow di masa mendatang dan tingkat kepastian/ketidakpastian realisasi dari cash flow tersebut (risiko).

Asumsi : market salah kasih harga untuk emiten yang kita valuasi saat ini dan akan terkoreksi di masa depan (long time horizon).

Intrinsic valuation simpelnya adalah kita forecast/estimasi pertumbuhan bisnis perusahaan untuk mendapatkan future cashflownya dan future cash flow-nya lalu kemudian kita diskontokan ke nilai saat ini (Discounted Cash Flow). Estimasi pertumbuhan bisnis ini ngga mudah, perlu cari tahu nature bisnis emiten, moat-nya, maturity emiten saat ini, kemampuan/insight managementnya, dll untuk bisa estimasi pertumbuhan kedepannya. Itulah sebabnya sebaiknya kita harus pahami bisnis emiten dulu sebelum ke valuasi.

2. Relative Valuation

Dasar valuasi: membandingkan harga yang terbentuk di market untuk emiten yang bisnisnya sama dengan emiten yang kita valuasi (peer valuation).

Asumsi : harga saat ini di market untuk sektor yang kita valuasi secara rata-rata sudah mencerminkan nilai wajar namun Mr. Market salah kasih harga untuk emiten yang kita valuasi.

Parameter yang digunakan untuk perbandingan: rasio-rasio.

Tema 2 : INTRINSIC VALUATION

Dasar valuasi: kemampuan perusahaan untuk generate cash flow di masa mendatang dan tingkat kepastian/ketidakpastian realisasi dari cash flow tersebut (risiko)

Ada 2 pendekatan:
Firm valuation: valuasi perusahaan secara keseluruhan untuk menghitung potensi cash flow untuk semua stakeholder perusahaan: pemegang saham umum, pemberi utang, pemegang saham preferen
Equity valuation: valuasi equitas perusahaan ut menghitung potensi cash flow untuk pemegang saham umum

Equity Valuation

Pendekatan equity valuation lebih simpel karena straightforward. Tapi untuk perusahaan yang ekuitasnya negatif (bisa karena terus menerus rugi atau kebutuhan reinvestment lebih besar dari laba) bisa gunakan firm valuation.

Input yang dibutuhkan : Cash flows, Expected growth rates, Discount rates, dan Terminal values.

Valuasi Nilai Wajar : Cashflow Valuation
Valuasi Nilai Wajar : Cashflow Valuation

Terminal point adalah suatu waktu yang kita asumsikan perusahaan dalam kondisi:
o Sudah tidak meneruskan bisnisnya (likuidasi)
Terminal value-nya adalah nilai aset hasil likuidasi
o Bisnis tetap jalan selamanya dengan pertumbuhan yang konstan (steady state)
Terminal value-nya adalah total cash flow dari terminal point dan seterusnya selamanya.

Tool:
– DCF (Discounted Cash Flow): Nilai intrinsic dari suatu emiten adalah total expected future cash flow di masa mendatang yang didiskontokan ke nilainya saat ini (present value).
Output:
– Value per share

Yang harus kita perhatikan adalah discount rate harus sesuai dengan cashflow yang digunakan.

Discounted Cash Flow
Discounted Cash Flow

Penutup

Model valuasi bisa kita buat simpel hanya dengan langsung estimasi growth rate cashflow untuk tiap stage/siklus bisnis emiten dan apply growth rate tersebut ke cash flow. Atau bisa kita buat lebih kompleks di mana kita estimasi pertumbuhan dan/atau penurunan market share, price per unit untuk dapetin revenue, kenaikan/penurunan HPP, operating cost untuk dapetin margin, investment rate, tax rate, dll untuk masing-masing stage.

Kembali ke point awal, kita musti bikin cerita dari bisnis emiten tersebut, dan untuk tahu ini perlu banyak baca/belajar bisnis emiten tsb di masa lalu atau emiten sejenis.

Jadi valuasi bukan hanya sekedar plug in numbers ke rumus tapi mengerti arti dari number yang kita pakai beserta asumsinya.

Pranala Terkait

Ada komen, dude?

Scroll to Top