Return on Invested Capital atau ROIC adalah rasio keuangan yang menyatakan tingkat pengembalian (return) yang dihasilkan oleh perusahaan atas modal yang diinvestasikan (Invested Capital).
Kenapa ROIC?
Lalu kenapa ROIC, bukankah sudah ada ROA (Return on Assets) dan ROE (Return on Equity)?
Kekurangan ROA
Kita tahu, Aset = Liabilitas + Ekuitas. Atau dengan kata lain, aset adalah seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan. Maka ROA adalah rasio keuangan yang menyatakan tingkat pengembalian atas seluruh aset perusahaan (ROA = Return : Asset atau ROA = Laba Bersih : Aset). ROA 10% artinya perusahaan dapat menghasilkan laba 10 juta untuk setiap 100 juta asetnya.
Ada beberapa kekurangan ROA. Misalnya, jika suatu perusahaan memiliki “utang baik,” mungkin kita bisa kecolongan. ROA terlihat kecil tapi setelah kita telusuri ternyata tidak ada utang berbunga di Liabilitas perusahaan tersebut, akun terbesar di sisi liabilitas adalah utang usaha. Hal ini, justru menandakan perusahaan tersebut memiliki moat besar sehingga mitra, supplier, atau vendor mereka bersedia memberikan kemudahan untuk perusahaan tersebut. Ingat, Utang Usaha biasanya tidak berbunga, tidak ada cost of capital di sana alias gratis pakai. Utang baik lainnya misalnya adalah Uang Muka Penjualan, contohnya seperti pada emiten properti (Baca : Analisis Fundamental Emiten Properti & Real Estate).
Kekurangan ROE
Bagaimana dengan ROE (Return on Equity)? ROE menghitung berapa return perusahaan atas modal ekuitas. Berbeda dengan ROA, ROE hanya memperhitungkan ekuitas yaitu ROE = Net Earnings : Equity atau ROE = Laba Bersih : Ekuitas. Kekurangan rasio keuangan ini terutama untuk emiten dengan leverage tinggi. Maksudnya, dude? Oke, begini…
Bayangkan Emiten A dengan ekuitas 100M, Liabilitas 0, menghasilkan Laba Bersih 20M, maka ROE A adalah 20%. Lalu ada Emiten B dengan Ekuitas 50M, Utang Berbunga 150M, dan Laba Bersih 20M, maka ROE B adalah 40%. ROE B dua kali lipat ROE A, maka B terlihat jauh lebih bagus ketimbang A, betul? Belum tentu…
Karena B sebetulnya membutuhkan 200M (ekuitas 50M + Utang 150M) untuk bisa mencetak Laba Bersih 20M, sedangkan A hanya butuh 100M untuk menghasilkan Laba Bersih yang sama besar. (Catatan : contoh ini simplifikasi, karena kenyataannya EBIT B lebih besar dari A, karena B akan mengakui beban bunga yang pada akhirnya pengurang Laba Bersih. Lebih jauh saya bahas di bawah.)
Lalu bagaimana jika ada emiten C dengan ekuitas 100M, Utang Berbunga 200M, dan Laba Bersih 20M? ROE A dan C sama-sama 20%. Tapi anda bisa bertanya, lalu untuk apa C utang 200M kalau hanya bisa menghasilkan Laba Bersih 20M? A bisa mencetak Laba Bersih 20M tanpa harus berutang 200M?
Jadi ROA terlalu luas pembaginya sehingga kita bisa tertipu misalnya karena ada “utang baik”, sedangkan ROE pembaginya terlalu sempit sehingga bisa misleading terutama emiten dengan leverage tinggi.
Lalu apa solusinya? ROIC mungkin bisa lebih tepat menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan return sesungguhnya. Pembaginya bukan Aset atau Ekuitas, tapi Invested Capital.
Apa Itu Invested Capital?
Invested Capital (IC) adalah total modal yang telah terpakai untuk kegiatan bisnis. IC termasuk seluruh aset produktif dan tidak menyertakan aset non-produktif. Modal yang dimaksud di sini tidak terbatas pada ekuitas tapi juga utang (berbunga). Ingat, perusahaan berjalan dengan menggunakan dua sumber utama pendanaan yaitu ekuitas (dimodali shareholders) dan utang (dimodali debtholders).
Seperti telah kita bahas sebelumnya, dengan IC kita tidak menyertakan “utang baik” seperti jika menggunakan Aset (terlalu luas pembaginya). Kita juga terhindar dari kesalahan tidak menghitung leverage seperti jika menggunakan Ekuitas saja, karena IC memperhitungkan utang.
Suka artikel ini? Masukkan email untuk mendapatkan artikel terbaru via email. NO SPAM.
Cara Menghitung Invested Capital
Rasio apa pun tidaklah berguna jika kita tidak tahu apa yang kita hitung, tidak paham konsep di baliknya. Pahami dulu konsep dasarnya, baru kita akan sadar akan kegunaannya.
Ada beberapa cara untuk menghitung Invested Capital dan tiap versi bisa benar… selama kita tahu apa yang kita hitung. Bisa dengan pendekatan operasional seperti mencari aset produktif dan net working capital.
Operating Approach
Contoh menghitung Invested Capital dengan pendekatan operasional seperti berikut ini.
Invested Capital = Net Fixed Assets + Net Working Capital + Net Intangible Assets
Tapi menurut saya, pendekatan operasional seperti di atas rada rumit karena kita harus mencari banyak akun dan membaca detil tiap CALK (Catatan Atas Laporan Keuangan) untuk bisa mendapatkannya.
Financing Approach
Ada cara yang lebih mudah. Anda dapat merujuk kembali ke definisi awal, yaitu IC adalah total modal shareholders (pemegang saham) dan pendanaan utang oleh debtholders (pemegang utang). Atau dengan kata lain IC adalah total ekuitas dan total utang (berbunga). Selain itu, kita tambahkan juga kewajiban sewa. Sehingga anda bisa menghitung IC seperti berikut.
Invested Capital = Total Debt and Leases + Total Equity.
Ada versi yang menambahkan non-operasional cash & investment, tapi sejujurnya saya tidak gunakan karena saya bingung mendapatkan angkanya dari mana.
Versi mana yang anda pilih, terserah… asal anda tahu apa yang anda hitung (atau tidak hitung).
Return Mana yang Kita Pakai?
Laba yang biasanya dihitung adalah Laba Operasi setelah pajak atau biasa disebut NOPAT = Net Operating Profits After Tax. Alasannya karena kita sedang menghitung capital dari dua sumber yaitu ekuitas dan utang, sehingga tentu saja tidak tepat menggunakan Laba Bersih. Seperti saya singgung sebelumnya, perusahaan yang memiliki utang berbunga akan mencatat beban bunga di Laba Rugi, akibatnya Laba turun dan pada akhirnya beban pajak juga turun.
Mengapa NOPAT bukan EBIT?
Dari beberapa sumber, ada yang menggunakan EBIT maupun NOPAT. Perbedaan keduanya hanya satu : NOPAT memperhitungkan beban pajak dan EBIT tidak.
EBIT adalah Earnings Before Interest and Taxes. Jadi EBIT belum memperhitungkan cost of debt dan pajak. Sedangkan NOPAT memperhitungkan pajak.
Jadi misalkan Laba Operasi (EBIT) adalah 2T dan pajak 25%, maka NOPAT = EBIT * ( 1 – Tax) = 1.5T.
Karena IC tidak hanya tentang Ekuitas tapi juga Utang (Debt). Maka Laba (return) yang kita hitung lebih tepat adalah NOPAT, karena inilah laba yang berasal dari modal dan utang yang kita investasikan dan telah memperhitungkan pajak.
Menghitung ROIC
Sekarang kita telah tahu Return yang kita pakai adalah NOPAT (atau EBIT jika anda mau) dan Invested Capital yang kita pakai adalah capital yang telah diinvestasikan (aset produktif yang berasal dari ekuitas dan utang).
Maka, kita bisa menghitung ROIC :
ROIC = NOPAT : Invested Capital.
Sebaiknya anda menghitung ROIC untuk beberapa tahun ke belakang dan sebisa mungkin melakukan penyesuaian beban/pendapatan lain-lain yang sifatnya sementara dan tidak berulang.
Contoh Menghitung ROIC
Saya akan gunakan dua emiten sebagai contoh. Disclaimer dulu, saya tidak memiliki PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) (Baca juga : Perbandingan ICBP dan INDF). Hanya secara acak saja saya pilih sebagai contoh cara menghitung ROIC (Return on Invested Capital).
Contoh Pertama : ROIC PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA)
Berikut ini contoh ROIC DRMA.
Perhatikan, saya telah menyesuaikan EBIT DRMA dengan tidak menyertakan pendapatan/beban lain-lain. Karena memang seharusnya EBIT tidak termasuk pendapatan/beban lain-lain di luar operasional.
Anda bisa kroscek dengan Laporan Keuangan DRMA perbedaannya. Di bawah ini saya sertakan Income Statement DRMA tahun 2021. Sisanya jika berminat bisa anda lihat sendiri.
Selain itu, saya juga menggunakan IC tahun sebelumnya untuk menghitung ROIC tahun sekarang. Jadi untuk ROIC tahun 2021 (cell B13) adalah NOPAT 2021 (B11) : IC 2020 (C6).
Sebagai tambahan, anda bisa mendapatkan data ROIC dari situs morningstar.com. Berikut perbandingan hasil perhitungan ROIC DRMA yang saya lakukan dengan hasil ROIC di situs morningstar.com.
Terlihat ROIC DRMA hasil perhitungan saya lebih kecil dari hasil Morningstar. Kemungkinan karena saya melakukan penyesuaian pada NOPAT DRMA.
Contoh Kedua : ROIC, ROA, dan ROE ICBP
Contoh berikut ini mungkin lebih jelas menggambarkan pentingnya melihat ROIC. Seperti kita tahu, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) pada tahun 2020 baru saja mengakuisisi perusahaan relasinya, yaitu Pinehill Corpora Limited dan Steele Lake Limited dengan nilai transaksi sekitar USD 3 miliar (sekitar Rp 43-45 T). Anda bisa lihat sekilas transaksi akuisisi tersebut di bawah ini.
Karena besarnya nilai transaksi – bahkan nyaris dua kali lipat ekuitas ICBP sebelum akuisisi – ICBP akhirnya mengambil bond untuk dapat membiayai akuisisi tersebut. Detil transaksi ini tidak akan saya bahas sekarang.
Yang ingin kita bahas adalah kita ingin melihat, apakah akuisisi Pinehill Corpora Limited (PCL) dan Steele Lake Limited (SLL) menguntungkan bagi pemegang saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP)?
Seperti anda bisa lihat pada tabel di atas, ICBP selama ini sukses mencetak ROE dan ROIC yang mengagumkan di kisaran 20%, luar biasa. Sampai akhirnya pasca akuisisi, apa yang terjadi?
Jika kita hanya melihat ROE, terlihat masih tinggi, yaitu 18.86% pada tahun 2021. Tapi jika anda hitung ROIC 2021 hanyalah 10.66%, turun separuh lebih dari sebelumnya 23.77% pada tahun 2020. Mengapa seperti ini?
Karena seperti anda lihat, ICBP terpaksa menambah utang sekitar 40T tidak sebanding dengan kenaikan labanya. Ini artinya akuisisi PCL dan SLL adalah value destroyer untuk ICBP karena nilai akuisisi terlalu mahal, kenaikan return dari perusahaan tersebut tidak sebanding dengan cost of capital yang harus dibayar, akibatnya ROIC turun separuh. Inilah mengapa penting bagi kita untuk menghitung ROIC.
Interpretasi ROIC
Tentunya semakin besar semakin baik. Dan yang tidak kalah pentingnya sebaiknya konsisten tinggi atau tren ROIC membaik untuk tahun-tahun ke depan.
ROIC vs WACC
Secara umum, yang kita cari adalah emiten dengan ROIC lebih tinggi dari WACC (Weighted Average Cost of Capital). Seperti kita telah bahas, modal perusahaan berasal dari dua : modal sendiri (ekuitas) dan modal orang lain (utang). WACC adalah rata-rata tertimbang biaya modal tersebut.
Rumus WACC :
WACC = [(E/V) x Re] + [(D/V) x Rd x (1 – Tc)]
di mana :
E = Equity market value
D = debt market value
V = Total market value (E + D)
Re = Cost of Equity
Rd = Cost of Debt
Tc = Tax rate
Jika ROIC > WACC maka perusahaan tersebut sukses menghasilkan nilai tambah bagi pemegang sahamnya (creation of shareholder value) atau sering kita sebut dengan value creator. Jika yang terjadi sebaliknya, ROIC < WACC, biasanya kita sebut value destroyer.
Compounding Return
Salah satu tujuan melihat ROIC adalah untuk mencari perusahaan yang dapat mencetak compounding return. Dari laba tahun sebelumnya, emiten dapat menahan laba tersebut (Retained Earnings di Ekuitas) dan menggunakannya agar menghasilkan return lebih besar tahun mendatang. Karena hal ini, beberapa investor lebih senang jika emiten tidak membagikan dividen, melainkan melakukan reinvestasi. Karena dengan demikian IC tumbuh sementara ROIC tetap tinggi, artinya return investasi masa mendatang semakin besar.
Tapi bayangkan jika NOPAT dan IC tetap, maka ROIC juga akan tetap. Ini bisa jadi misleading karena salah satu alasan awal melihat ROIC adalah kita berharap return bisa compounding.
Emiten bisa saja membagikan dividen 100% labanya, contohnya seperti UNVR (baca artikel berikut: Emiten Bagi Dividen 100% Laba Bersih, Capex Dari Mana?). Sehingga IC tetap dan jika tahun berikutnya return tetap, ROIC emiten bisa tetap tinggi tetapi sebetulnya tidak ada efek compounding return di sini.
Demikian sekilas pengenalan tentang ROIC (Return on Invested Capital). Semoga bermanfaat. Kalo ada koreksi atau tambahan, silakan komentar, dude.
dude, angka ROIC yg ada di tabel darimana rumusnya gimana? kok pakai pembilang NOPAT dan EBIT gak ketemu semua ya?
Harusnya sama dude, sesuai formula ROIC yang ada