Beranda » Psikologi Saham » Pro dan Kontra Berpikir sebagai Pemilik dalam Investasi Saham
Pro dan Kontra Berpikir Sebagai Pemilik Dalam Investasi Saham

Pro dan Kontra Berpikir sebagai Pemilik dalam Investasi Saham

Sebagai investor jangka panjang, menurut saya ada dua sisi koin dari mindset “berpikir sebagai pemilik dalam investasi saham.”

Berpikir dan mentalitas sebagai pemilik adalah hal yang sering dibahas di saham karena saham secara arti memanglah surat kepemilikan kita terhadap perusahaan tersebut.

Saya setuju bahwa kita benar harus mengerti bisnis, industri, serta regulasi yang mempengaruhi bisnis tersebut, competitive landscape perusahaan, dan berpikir secara jangka panjang sebagai investor selayaknya seorang “owner”.

Selain itu, kita juga perlu sabar dan melihat perkembangan bisnis dengan time frame yang sesuai. Progress dan compounding tidak bisa terjadi dalam satuan kuartal, harus bisa mengerti bahwa great things take time.

Investor Minoritas vs Pemegang Saham Pengendali

Namun, menurut saya fakta bahwa kita tetap merupakan investor minoritas saat investasi di saham juga penting. Kita perlu melihat siapa partner berbisnis atau pemegang saham pengendali kita dengan seksama. Kita juga perlu mencoba memahami strategi bisnis dan alokasi modalnya secara apa adanya. Menurut saya pribadi, cukup bahaya untuk berkhayal tentang owner dan apa yang akan mereka lakukan. Hal ini justru berpotensi membuat kita tidak objektif.

Misal, berharap capital allocation berubah. Dari yang awalnya banyak melakukan transfer pricing, tunneling, related party transaction, atau pun alokasi modal yang merugikan investor minoritas menjadi berharap tiba-tiba melakukan aksi korporasi yang value creating seperti pembagian dividen di saat tidak ada opportunity reinvestasi yang bagus, atau pun buyback di saat harga saham sedang murah tanpa ada tanda perbaikan kinerja.

Atau misal mencoba berpikir dengan positif bahwa manajemen akan menerapkan strategi yang tepat. Walau pun strateginya di masa lalu amburadul tanpa ada restrukturisasi yang menjanjikan.

Capital Allocation dan Valuasi Saham

Soal alokasi modal ini juga mungkin bisa terlihat dalam valuasi saham dan evaluasi kualitas bisnis. Dalam valuasi, sering sekali saya melihat bahwa banyak yang berpikir bahwa apabila perusahaan memiliki net cash (kas dikurangi dengan utang) mendekati dengan market cap perusahaan, maka kita dapat perusahaannya secara gratis. Walau secara teori itu benar apabila kita adalah pemegang saham pengendali yang bisa mengontrol alokasi modal. Namun sebagai investor minoritas, penting juga bagi kita untuk melihat juga seberapa besar kemungkinan “value unlocking” itu terjadi. Baca : Net-Net Investing : Cikal Bakal Value Investing.


Suka artikel ini? Masukkan email untuk mendapatkan artikel terbaru via email. NO SPAM.


Selain itu, ada pendapat bahwa apabila owner tidak ingin menjual sebuah perusahaan di harga sekarang, mungkin saja valuasi sahamnya murah. Walau memang bisa itu benar, atas alasan yang sama, kita juga harus melihat bahwa potensi keuntungan yang diraih owner bisa saja beda dengan investor saham minoritas. Misalnya, bisa jadi mereka dapat pendapatan royalti yang tinggi serta pendapatan sewa dari entitas tersebut di atas harga pasar, dan lain-lain. Sehingga dengan pendapatan yang mereka terima sebagai owner, harga sekarang tidak menarik bagi mereka untuk menjual bisnisnya. Namun, bukan berarti secara otomatis untuk investor minoritas harga sahamnya murah.

Sedangkan, dalam assessment kualitas bisnis, saat menghitung kualitas dan profitabilitas bisnis melalui ROIC, kita bisa saja menghilangkan excess cash yang ada dalam perhitungan Invested Capital, sehingga mendapatkan ROIC yang lebih tinggi.

Namun, apabila tidak ada potensi perbaikan alokasi modal, saya pribadi tidak akan melakukannya. Walau benar bahwa dengan menghilangkan excess cash tersebut, kita bisa melihat “true nature” dari profitabilitas perusahaannya, namun bisa jadi faktor management dan alokasi modal yang kurang optimal bisa menutup faktor baik tersebut.

Activist Investor

Mindset “berpikir sebagai pemilik dalam investasi saham,” ada benarnya. Misalnya, apabila kita memang mau mengambil porsi kepemilikan yang substansial dan menjadi activist investor seperti halnya Carl Icahn mau pun institusi seperti Elliott Capital Management.

Dalam kasus mereka, Carl Icahn berhasil mempengaruhi manajemen Apple di awal tahun 2014 di saat valuasi AAPL hanya P/E 12-13x sehingga bisa terus-menerus melakukan share buyback. Anda bisa baca tentang ini di Open Letter to Apple Shareholders.

AAPL Share Outstanding
AAPL Share Outstanding. Jumlah saham beredar AAPL sejak 2014 selalu turun akibat share buyback. (Sumber : macrotrends.net)

Akibatnya, buyback hingga kini menjadi salah satu value creating machine yang membuat Apple menjadi salah satu saham dengan track record terbaik setelah itu, yang juga ikut dinikmati oleh Berkshire Hathaway nya Warren Buffett.

Kesimpulan

Jadi, selain berpikir sebagai pemilik dalam memahami bisnis dan industrinya, sebagai investor minoritas kita bisa lebih melihat track record, strategi, dan alokasi modal manajemen di perusahaan, karena penting bagi sebuah investor minoritas untuk tahu bahwa value yang ada di perusahaan juga dapat kita unlock.


Demikian sekilas berpikir sebagai pemilik dalam investasi saham. Semoga bermanfaat.

Kalo ada koreksi atau tambahan, silakan komentar, dude.

Tentang Penulis

Calvin Kurniawan adalah value, growth and quality investor. Entertainment enthusiast.

Stockbit : @calvinkurniawan

Terbantu dengan artikel ini? Jangan lupa Trakteer, dude😎

Ada komen, dude?

Scroll to Top