Belakangan cukup banyak yang bertanya tentang dampak harga saham setelah Stock Split. Terutama karena PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) yang sebentar lagi akan melakukan aksi korporasi Stock Split.
Sebelumnya saya telah menulis tentang beberapa aksi korporasi dan pengaruhnya terhadap struktur permodalan, silakan baca jika berminat.
Stock Split (SS) dan Reverse Stock Split (RSS) pada dasarnya aksi korporasi yang secara fundamental tidak ada perubahan apa-apa. Yang berubah hanyalah par value dan jumlah lembar saham sesuai rationya.
Stock Split SIDO
Pada kasus SIDO, emiten melaksanakan SS dengan ratio 1 : 2. Artinya satu lembar saham menjadi dua lembar saham atau dari 15 miliar menjadi 30 miliar lembar. Tapi nilai nominal per sahamnya juga berubah dari Rp 100 menjadi Rp 50. Hasilnya modal ditempatkan dan disetor penuh tetap sama yaitu Rp 1.5T. Komponen ekuitas lainnya, aset, liabilitas, dan semua ratio keuangannya tetap.
Harga Teoretis SIDO
Bagaimana harga sahamnya? Saat hari H (14 September 2020) nanti, SIDO akan diperdagangkan dengan Harga Teoretis. Jika misalnya Jumat 11 September SIDO ditutup di harga 1400, maka Senin 14 September akan dibuka dengan Harga Teoretis 700 (1400/2). Grafik harga SIDO pun nantinya akan disesuaikan dengan harga baru ini.
Kalau anda memiliki saham SIDO per 11 September, per tanggal 14 September jumlah lembar saham anda akan naik 2 kali lipat, tapi harga pasar separuh harga, totalnya sama saja.
Suka artikel ini? Masukkan email untuk mendapatkan artikel terbaru via email. NO SPAM.
Kenapa SIDO Stock Split?
Saya tidak tahu persisnya. Tapi umumnya emiten melakukan stocksplit dengan alasan :
- Agar lebih likuid karena saham beredar naik dua kali lipat.
- Harga pasar “terjangkau”. Karena tidak sedikit yang hanya melihat harga pasar tanpa melihat valuasi saham tersebut. Harga 700 tentunya lebih murah dari 1400, walau kalau melihat valuasi sama saja. Tapi untuk kasus tertentu, alasan harga “terjangkau” ini masuk akal. Agar lebih kontras, kita pakai contoh harga BRK.A per lembar USD327,401 atau nyaris Rp 5M andai anda mau beli, tentu banyak yang tidak mampu. Atau dulu MLBI 150rb/lembar – minimal beli 1 lot berarti 150rb*100=Rp 15 juta – kemudian SS 1:100 sekarang harga sahamnya 9100, anda bisa beli 1 lot = 910rb saja. Dengan SS, lebih banyak yang mampu untuk membeli sahamnya.
- Konon katanya ada yang riset, rentang harga wajar tertentu lebih menarik – terutama untuk ritel. Saya coba cari artikel/beritanya belum nemu. Mungkin ada yang bisa bantu?
Ini jawaban manajemen SIDO saat Pubex 27 Agustus 2020 (pdf) yang lalu.
Apa dampaknya ke depan?
Seperti saya tulis sebelumnya, secara prinsip tidak ada yang berubah secara fundamental, struktur ekuitas juga sama, rasio keuangan sama, yang berbeda hanya jumlah saham beredar naik dua kali lipat dan nilai nominal jadi separuh, modal disetor dan lain-lain tetap. Jadi kalau pendekatannya fundamental, aksi korporasi SS ini nyaris tidak ada apa-apa. Termasuk jika anda tertarik SIDO karena rajin bagi dividen, total dividen yang anda dapat pun nantinya sama (dividen turun separuh, tapi lembar saham naik dua kali lipat). Alasan utamanya adalah likuiditas sahamnya di bursa.
Belajar dari emiten yang telah melakukan SS, ada yang setelah SS harga sahamnya naik lagi mendekati harga sebelum SS bahkan lebih tinggi. Sebaliknya, ada yang naik tajam, kemudian SS, tapi kemudian turun drastis bahkan tidur. Ada yang tahu contoh kedua kasus ini apa saja?
Apa yang menyebabkan dua hal yang berbeda itu?
Lagi-lagi, kalau pendekatannya fundamental atau value investing, jawaban paling logis adalah yang berbeda adalah kinerjanya pasca Stock Split.
Kesimpulan
Aksi korporasi Stock Split pada dasarnya hanya perubahan nilai nominal dan jumlah saham beredar. Tujuan utamanya adalah likuiditas saham di bursa. Secara fundamental, tidak ada yang berubah. Harga saham pasca SS secara logika tergantung potensi kinerja emiten ke depan.