Beranda » Investasi Saham » Aksi Korporasi Yang Mempengaruhi Struktur Permodalan Emiten
aksi korporasi emiten

Aksi Korporasi Yang Mempengaruhi Struktur Permodalan Emiten

Kali ini kita akan membahas tentang aksi korporasi yang mempengaruhi struktur permodalan emiten. Sebelum ke sana, secara singkat kita akan melihat apa saja komponen ekuitas.

Mengenal Komponen Ekuitas

Seperti terlihat di gambar di atas, ekuitas terdiri dari empat komponen utama. Berikut penjelasan singkat untuk masing-masing komponen ekuitas.

Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh

Cukup jelas. Inilah modal dasar emiten yang telah ditempatkan dan disetor penuh. Besarnya dapat kita hitung dengan mengalikan nilai nominal (par value) dengan total lembar saham.

Dari contoh sebelumnya besar modal ditempatkan dan disetor penuh adalah Rp 50 * 40.483.553.140 lembar = Rp 2.024T.

Tambahan Modal Disetor (Agio Saham)

Agio saham adalah selisih antara harga jual saham dikurangi dengan nilai nominal saham dan biaya emisi efek. Saham baru bisa berasal dari penawaran perdana (IPO), Rights Issue, atau pun Private Placement.

Misalnya emiten A IPO dengan harga perdana 500, saham yang diterbitkan 100 juta dengan nilai nominal 100. Maka emiten A saat IPO mendapatkan :

  • Modal ditempatkan dan disetor penuh : Rp 100 (nilai nominal) * 100 juta lembar = Rp 10M.
  • Agio Saham (belum termasuk biaya emisi efek) = (500-100) * 100 juta = 40M.
  • Sehingga total dana IPO adalah 10M + 40M = Rp 50M.

Saldo Laba

Saldo Laba berasal dari laba/rugi perusahaan secara akumulatif setelah dikurangi dividen dan koreksi laba/rugi periode lalu.

Komponen Ekuitas Lainnya

Komponen terakhir ini isinya bisa berupa penghasilan komprehensif lainnya yang bukan termasuk Laba/Rugi, seperti selisih kurs atas penjabaran, kerugian aktuarial, dan lain-lain.


Aksi korporasi yang akan kita bahas pada dasarnya yang menyebabkan perubahan akun atau komponen ekuitas berikut : par value, jumlah saham beredar, modal ditempatkan dan disetor penuh, agio, dan saldo laba.

Di sisi Aset, yang berubah biasanya hanya kas dan setara kas. Sedangkan di Laporan Laba Rugi emiten, yang terdampak adalah laba per saham atau EPS, karena jumlah saham beredar yang berubah.


Suka artikel ini? Masukkan email untuk mendapatkan artikel terbaru via email. NO SPAM.


Harga Teoretis Hasil Aksi Korporasi

Ada satu hal lagi yang perlu kita ketahui sebelum kita membahas masing-masing tindakan korporasi, yaitu Harga Teoretis.


Definisi Harga Teoretis menurut Surat Keputusan Direksi BEI (pdf) adalah :

Harga Teoretis Hasil Tindakan Korporasi adalah nilai yang dihitung dan ditetapkan oleh Bursa berdasarkan rasio pembagian dividen saham, saham bonus, penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, Waran, Stock Split, Reverse Stock, penggabungan usaha atau peleburan usaha Perusahaan Tercatat, dan Corporate Action lainnya yang ditetapkan oleh Perusahaan Tercatat.

Untuk penerapan dan contohnya akan kita bahas langsung di bagian selanjutnya.

Baiklah, mari kita mulai membahas aksi korporasi!


Aksi Korporasi Yang Mempengaruhi Struktur Permodalan Emiten

Aksi Korporasi I : Dividen Tunai

Ini aksi korporasi yang tersering dan rasanya sudah banyak yang paham. Yang patut saya tekankan, dividen asalnya dari saldo laba. Emiten biasanya membagikan dividen saham tunai yang berasal dari laba tahun berjalan, dalam kasus khusus bisa membagikan dividen dari saldo laba periode sebelumnya.

Besarnya biasanya kita hitung dengan Dividend Payout Ratio atau DPR yaitung ratio dividen terhadap laba bersih tahun berjalan. Jika emiten membagikan dividen 20/lembar dan EPS 100, maka bisa kita sebut DPR 20%. Kalau ada yang bilang, emiten ABCD secara historis membagikan DPR 30%, sekarang sudah tahu maksudnya.

Setelah emiten membagikan dividen tunai, yang berubah adalah :

  • Kas turun
  • Saldo Laba turun
  • Ekuitas Turun

Aksi Korporasi II : Saham Bonus

Saham bonus adalah saham yang dibagikan secara cuma-cuma kepada pemegang saham berdasarkan jumlah saham yang dimiliki. Baca POJK NOMOR 27 /POJK.04/2020 (pdf) untuk lebih detilnya.

Dapat kita bagi menjadi dua macam yaitu Dividen Saham dan Saham Bonus.


1. Dividen Saham

Dari namanya dividen, sudah bisa kita tebak asalnya dari saldo laba. Tapi bentuknya bukan cash melainkan saham baru yang berasal dari portepel. Jadi dividen saham adalah bagian laba yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk saham.

Karena dividennya bukan uang tunai, melainkan saham, maka tidak ada uang yang keluar dari perusahaan, oleh sebab itu bisa juga kita katakan bahwa dividen saham adalah kapitalisasi saldo laba menjadi modal.

Kekurangan dividen saham – terutama untuk investor saham ritel – adalah kemungkinan besar akan menerima odd lot (lembar saham kurang dari 1 lot atau 100 lembar). Karena odd lot tidak bisa kita transaksikan (jual beli) di pasar Reguler (RG), harus melalui pasar Nego (NG). Bandingkan dengan dividen tunai, sekecil apa pun nilainya sudah dalam bentuk cash dalam RDN.

Contoh emiten yang sering membagikan dividen saham adalah MTDL (PT Metrodata Electronic Tbk).

Dalam aksi korporasi dividen saham yang berubah adalah :

  • Modal disetor naik
  • Agio naik (asumsi penetapan harga saham dividen di atas par value)
  • Saldo Laba turun
  • Total Ekuitas tetap
  • Lembar saham bertambah

2. Saham Bonus (Non Dividen Saham)

Saham bonus yang bukan merupakan dividen saham, biasanya disebut Saham Bonus saja. Asalnya bisa dari agio saham atau dari komponen ekuitas lainnya (selain saldo laba). Tapi saham bonus biasanya adalah kapitalisasi agio saham menjadi modal disetor.

Sama seperti dividen saham, kekurangan saham bonus untuk investor ritel adalah potensi menerima odd lot.

Contoh emiten yang baru-baru ini membagikan saham bonus adalah ASRM (PT Asuransi Ramayana, Tbk). Perhatikan, saat pembagian saham bonus, harga pasar ASRM saat pembukaan pasar (ex-date) disesuaikan dengan Harga Teoretis. Harga saham ASRM pada akhir Cum 2110 menjadi 1625 setelah disesuaikan.

Perubahan komponen ekuitas dan perubahan lainnya akibat saham bonus :

  • Modal disetor naik
  • Agio turun (asumsi saham bonus diambil dari kapitalisasi agio)
  • Lembar saham naik
  • Tidak ada dilusi saham karena seluruh pemegang saham mendapatkan saham baru yang sama besar rationya
  • EPS turun karena lembar saham bertambah, tapi tidak ada dilusi

Aksi Korporasi III : Buyback Saham

Buyback saham adalah aksi korporasi di mana emiten membeli kembali saham dari publik. Dengan demikian, jumlah saham beredar berkurang, dan beberapa ratio keuangan menjadi lebih baik. Misalnya dengan laba bersih yang tetap, jumlah saham berkurang, otomatis EPS (earning per share) naik. Saham hasil buyback dicatat sebagai Treasury Stocks (TS). TS tidak memiliki hak suara dalam RUPS dan tidak berhak mendapatkan dividen. Ini berarti, dengan dividen yang sama, maka dividen per lembar pun otomatis naik.

Agar mudah membayangkan, buyback bisa dibilang kebalikan IPO. Saat IPO, emiten melepas saham baru, maka yang terjadi adalah modal disetor, agio, dan lembar saham naik. Buyback kebalikannya, modal disetor , agio , dan lembar saham turun.

Misalnya emiten buyback harga 1000 sebanyak 1 juta lembar, par value 100/lembar. Maka komponen ekuitas yang berubah : modal disetor turun 1 juta * 100, agio turun 1 juta * (1000-100), dan lembar saham berkurang 1 juta lembar. Lembar saham hasil buyback ini dicatat sebagai Treasury Stocks, seperti penjelasan di atas.

Silakan baca Peraturan OJK tentang buyback saham untuk lebih detilnya.

PSAK 50 : Transaksi Saham Treasury Tidak Pernah Muncul di Laporan Laba Rugi

Menurut PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian tentang Saham Treasuri :

  1. Jika entitas memperoleh kembali instrumen ekuitasnya, maka instrumen tersebut (saham treasuri) dikurangkan dari ekuitas.
  2. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari pembelian, penjualan, penerbitan, atau pembatalan instrumen ekuitas entitas tersebut tidak diakui dalam laba rugi.
  3. Saham treasuri tersebut dapat diperoleh dan dimiliki oleh entitas yang bersangkutan atau oleh anggota lain dalam kelompok usaha yang dikonsolidasi. Imbalan yang dibayarkan atau diterima diakui secara langsung di ekuitas.

Sebagai contoh, kita lihat perlakuan Saham Treasuri pada Laporan Keuangan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) tahun 2019.

Yang pertama, perolehan Treasury Stocks mengurangi ekuitas.

Pembelian saham treasuri tidak ada dalam Laporan Laba Rugi, melainkan hanya dalam Neraca yaitu mengurangi ekuitas. Jika pembelian kas, maka tentunya kas juga turun setara dengan nilai buyback treasury stock tersebut.

Merujuk ke poin kedua, berikut contoh PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk  (TLKM) yang melakukan penjualan saham treasuri. Keuntungan yang timbul dari hasil penjualan TS tersebut tidak diakui dalam laporan laba rugi, melainkan hanya mempengaruhi agio saham, jumlah lembar saham, dan tentunya menambah kas.

Catatan Tambahan Tentang Buyback Saham

Buyback sering kali dianggap sinyal yang baik oleh para pelaku saham. Selain alasan-alasan di atas, buyback juga mengisyaratkan bahwa manajemen yakin bahwa harga pasar sahamnya saat ini di bawah nilai wajarnya.

Namun yang patut kita waspadai, buyback tidak selalu berarti harga sahamnya akan naik, apalagi dalam jangka pendek. Ada beberapa kasus di mana emiten melakukan buyback, namun bertahun-tahun harga sahamnya masih di bawah harga buybacknya. Misalnya saja WSBP (PT Waskita Beton Precast Tbk).

Sebagai catatan tambahan, biasanya di bursa saham Indonesia TS hasil buyback dijual lagi ke publik atau digunakan untuk MESOP. Jumlah saham total dan modal disetor akhirnya jadi sama seperti semula. Tapi biasanya juga, harga jual di atas harga buyback, selisihnya jadi menambah ekuitas emiten.

Sangat jarang di Indonesia, TS berakhir dengan penghapusan atau pembatalan sahamnya. Secara umum, sebetulnya penghapusan saham justru baik buat pemegang saham. Karena saham beredar berkurang maka persentasi kepemilikan naik. Dengan laba yang sama dan jumlah saham berkurang, maka EPS naik. Sama halnya dengan dividen/lembar dan BVPS (Book Value Per Share). Beberapa contoh emiten yang menghapus TS adalah LPPF dan JTPE.

Perubahan komponen ekuitas dan perubahan lainnya akibat buyback saham :

  • Modal disetor turun
  • Agio saham turun
  • Lembar saham turun (hasil buyback dicatat sebagai treasury stocks)
  • Ekuitas turun
  • EPS naik
  • Kas Turun

Aksi Korporasi IV : MESOP

MESOP atau Management Employee Stock Option Program adalah suatu program kepemilikan saham yang ditawarkan bagi manajemen dan karyawan untuk membeli saham baru yang dikeluarkan Perseroan dari portepel Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD).

Tujuannya adalah sebagai insentif, bentuk apresiasi perusahaan kepada manajemen dan karyawan sekaligus sebagai motivasi dan rasa kepemilikan yang salah satunya agar manajemen dan karyawan lebih termovitasi untuk memajukan perusahaan. Harga penetapan MESOP biasanya lebih rendah dibandingkan harga pasar.

MESOP berarti akan ada saham baru yang dikeluarkan oleh emiten atau dapat juga berasal dari Treasury Stocks (saham hasil buyback) yang dibayarkan/diberikan kepada manajemen dan karyawan.

Perubahan komponen ekuitas dan perubahan lainnya akibat MESOP

  • Modal disetor naik
  • Agio naik
  • Lembar saham naik
  • Ekuitas naik
  • Ada dilusi saham untuk pemegang saham lainnya
  • EPS turun (karena dilusi)
  • Kas naik

Aksi Korporasi V : Stock Split

Stock split secara singkat artinya perubahan nilai nominal saham. Misalnya semula par value emiten adalah Rp 500, lembar saham 100 juta lembar. Emiten melakukan stock split dengan ratio 1 : 10. Yang terjadi adalah par value berkurang menjadi 500/10 = Rp 50 dan lembar saham naik 10x, sedangkan modal disetor tetap.

Pada dasarnya secara fundamental, tidak ada perubahan pada permodalan emiten. Harga pasarnya juga akan disesuaikan dengan harga teoretis saat pertama diperdagangkan dengan nominal baru.

Sebagai contoh, kita bisa lihat stock split yang dilakukan FAST Februari 2020.

Contoh lain, bisa baca contoh kasus stock split SIDO.

Perubahan struktur permodalan yang terjadi saat stock split :

  • Par value turun sesuai ratio
  • Lembar saham naik sesuai ratio
  • EPS turun sesuai ratio karena jumlah saham naik

Aksi Korporasi VI : Reverse Stock Split

Reverse Stock Split (RSS) adalah kebalikan Stock Split. Setelah RSS, secara fundamental tidak ada yang berubah. Yang berubah adalah nilai nominal bertambah, lembar saham berkurang, dan harga teoretis saham juga akan disesuaikan. Yang perlu waspada, emiten melakukan RSS biasanya perlu dipertanyakan. Dari kasus yang terjadi, yang melakukan RSS adalah emiten gocapers. Setelah RSS, harga sahamnya jadi naik sehingga sesaat ramai diperdagangkan kembali, tapi kemudian kembali lagi tidur.

Contohnya UNSP (PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk). ELTY (Bakrieland Development Tbk) juga sempet berencana RSS namun batal karena ditolak publik.

Perubahan struktur permodalan yang terjadi saat reverse stock split :

  • Par value naik sesuai ratio
  • Lembar saham turun sesuai ratio
  • EPS naik sesuai ratio karena jumlah saham turun

Aksi Korporasi VII : Private Placement (PMTHMETD)

Private Placement atau Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) adalah penambahan modal yang dilakukan dengan cara menerbitkan saham baru tanpa memberikan HMETD kepada pemegang saham, melainkan hanya kepada pihak-pihak tertentu misalnya investor strategis.

Penambahan modal tersebut bisa berasal dari dana baru mau pun konversi utang menjadi modal.

Dalam hal ini, pemegang saham lainnya berpotensi terdilusi kepemilikannya.

Contoh PP yang terakhir adalah PP yang dilakukan oleh BMTR (PT Global Mediacom Tbk).

Lebih lanjut tentang PP silakan baca POJK PP (pdf).

Perubahan komponen ekuitas dan perubahan lainnya akibat Private Placement

  • Modal disetor naik
  • Agio saham naik (asumsi harga eksekusi PP di atas par value)
  • Lembar Saham naik
  • Ekuitas naik
  • Kas naik (jika PP dengan dana baru, jika konversi utang kas tetap utang menjadi modal)
  • Kepemilikan pemegang saham lainnya terdilusi
  • EPS turun karena jumlah saham beredar naik

Aksi Korporasi VIII : Rights Issue

Di tulisan sebelumnya, saya telah menulis bahwa ada peluang arbitrage pada saat ada aksi korporasi Rights Issue.

Rights Issue (RI) atau Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) adalah hak yang melekat pada saham yang memberikan kesempatan pemegang saham bersangkutan untuk membeli saham baru, sebelum ditawarkan kepada pihak lain atau Pembeli Siaga.

Berbeda dengan PP, saat RI seluruh pemegang saham diberikan kesempatan yang sama untuk menggunakan haknya sesuai dengan persentase kepemilikannya. Kepemilikan anda hanya akan terdilusi jika tidak mengambil hak tebus anda.

Yang perlu diwaspadai, saat Cum Date Rights Issue, harga pasar akan disesuaikan dengan menggunakan Harga Teoretis. Contohnya seperti yang terjadi di saham ACST (PT Acset Indonusa Tbk) baru-baru ini. Dari sebelumnya di harga 510, menjadi 290 karena jumlah saham baru RI yang jauh lebih besar sedangkan harga RI-nya lebih kecil.

Lebih lanjut tentang rights issue bisa membaca POJK HMETD (pdf).

Perubahan komponen ekuitas dan perubahan lainnya akibat Rights Issue

  • Modal disetor naik
  • Agio saham naik
  • Lembar saham naik
  • Ekuitas naik
  • Kas naik
  • Dilusi jika tidak menebus RI
  • EPS turun

Rangkuman Aksi Korporasi Dalam Satu Tabel

Kalau dirangkum menjadi satu tabel, pengaruh masing-masing aksi korporasi bisa dilihat sebagai berikut :


Sekian dude. Kalau ada koreksi atau tambahan, silakan tinggalkan komen di kolom komentar di bawah.

1 komentar untuk “Aksi Korporasi Yang Mempengaruhi Struktur Permodalan Emiten”

  1. Terima kasih artikelnya bang. Sangat mencerahkan. Memang ketika belajar saham mau tidak mau kita juga harus ngerti istilah2 seperti yang dijelaskan di artikel ini.

Ada komen, dude?

Scroll to Top