Kemarin di Stockbit rame membahas “dividen pake utang” sesaat setelah PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA) mengumumkan akan membagi dividen sebesar $0.0526/lembar atau sekitar $44 juta. Sementara merujuk ke Laporan Keuangan terakhir, posisi cash HEXA hanya $19.5M.
Tulisan ini adalah repost dari tulisan saya di forum SB. Karena saya lihat sepertinya masih banyak yang mempertanyakan tindakan emiten menggunakan utang untuk membagi dividen. Bukankah ini merugikan perusahaan dan pemegang saham? Apakah ini praktik bad GCG? Mari kita bahas, dude.
Dividen Pake Utang
Merugikan atau tidak? GCG atau tidak? Jawabannya : tergantung.
Dividen pake utang adalah praktik umum. Ini bukan yang pertama dan bukan hanya HEXA yang melakukan ini. Ini pun masih asumsi, bahwa benar HEXA akan ambil utang. Bisa jadi ternyata tidak, misalnya ternyata ada piutang yang akan jatuh tempo sebelum tanggal distribusi dividen.
Praktik umum memang tidak berarti bagus. Idealnya dividen ya dari cash yang sudah ada di tangan emiten. Tapi menggunakan utang bank untuk membayar dividen adalah hal yang lumrah. Tidak perlu terlalu bingung, kaget, dan mikir terlalu jauh. Bisa dibenarkan, dengan alasan sebagai berikut.
Dividend Payout Ratio Kurang Dari 100%
Biasanya besaran dividen maksimal setara laba berjalan atau Dividend Payout Ratio (DPR) kurang dari 100%.
DPR = (Laba Bersih/Dividen) x 100%
Kadang ada yang lebih, tapi ini jarang. Contoh lain emiten yang selama ini membagi sekitar 100% labanya adalah UNVR. (Baca : Emiten Bagi Dividen 100% Laba Bersih, Capex Dari Mana?).
Jika DPR max 100% dan dengan asumsi emiten gak nakalan, seharusnya emiten memang mampu untuk bagi dividen sebesar itu.
Memang perlu untuk kita cek lebih jauh. Misalnya, berapa besar labanya yang non cash dan bentuknya seperti apa. Kalo piutang, apa lancar? Yang repot kalau laba berasal dari yang aneh-aneh, misal dari revaluasi aset atau kenaikan nilai wajar instrumen keuangan yang meragukan.
Kasus HEXA, memang secara historis biasanya membagi dividen tebal, nyaris semua laba jadi dividen. Hal ini mungkin karena bisnis modelnya tidak membutuhkan capex yang besar. Berikut ini data pembagian dividen HEXA dari KSEI.
Namun ada beberapa kasus emiten cetak laba besar tapi banyak dalam piutang. Sehingga untuk dapat membagikan dividen, emiten terpaksa harus ngutang dulu. Ini memang bahaya. Contoh klasik PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP). 🤣
WSBP Bagi Dividen Pake Utang
Seperti bisa anda lihat, WSPB sejak 2017-2020 rajin bagi dividen. Sementara itu, mari kita lihat Laporan Keuangan WSBP periode yang sama.
Sejak 2016-2019, WSBP memang mencetak laba bersih sebelum akhirnya merugi triliunan tahun 2020 dan 2021. Sekarang kita coba lihat Laporan Arus Kasnya.
Terlihat, selama periode 2016-2021, Arus Kas WSBP jelek sekali. Cash Flow from Operations (CFO) seringkali minus, sementara Capex besar, sehingga Free Cash Flow (FCF) selalu minus, kecuali tahun 2018 dan 2020. Tapi WSBP tetap membagikan dividen, bahkan melakukan buyback pada tahun 2017, padahal harga sahamnya masih sekitar harga IPO.
Kenapa seperti ini? Karena walau pun mencetak laba, ternyata bentuknya masih banyak yang dalam piutang. Seperti gambar berikut ini.
Dan seperti kita tahu nasib WSBP sekarang. Kinerja merugi, piutang numpuk, harga saham hancur lebur, suspensi saham, sampai kasus PKPU dan korupsi.
Jadi tidak salah untuk waspada. Kita harus cek dulu, apakah dividen pake utang dalam jangka panjang hanya akan menggerogoti perusahaan dan merugikan pemegang sahamnya atau tidak.
Agenda RUPS adalah Tentang Penggunaan Laba Bersih Tahun Lalu
Kembali ke pembahasan tentang HEXA. Harus kita ingat kembali, dividen yang kemaren diumumkan asalnya dari mana? RUPS HEXA kemarin agendanya adalah untuk memutuskan penggunaan Laba 2021.
Jadi yang kita lihat seharusnya Laporan Keuangan HEXA 2021.
Apa HEXA seperti WSBP? Laba numpuk di piutang? Mari kita cek….
Laporan Keuangan HEXA
Coba lihat Laporan Keuangan FY2021 HEXA di bawah ini. Oya, tahun buku HEXA per Maret, bukan Desember. Jadi gambar di bawah ini (Maret) adalah FY 2021 HEXA, karena induknya di Jepang dan Jepang tahun bukunya Maret.
Seperti dapat anda lihat, pada tahun 2021 HEXA mencetak Laba Bersih $55M dan FCF sekitar $50-an M. Lalu manajemen memutuskan bagi dividen $44M. Ini berarti DPR 80% (44/55). Tidak ada yang salah dan aneh, kan?
Menjadi aneh, karena ada yang menggunakan LK setelahnya – 1Q22 – untuk melihat posisi cash. Ini kan posisi setelah tahun buku yang sedang dibahas di RUPS?
Apa yang terjadi setelah 2021 itu beda kasus.
Misalnya, saya bisa berargumen seperti ini….
“Manajemen kok pake duluan duit hasil kerja 2021? Kan dari LK keliatan ada laba 55M dan FCF 50M, ke mana tuh cash? Hello, manajemen! Kami sebagai investor minta itu duit hasil 2021 jadi dividen. Kalau manajemen mau nambah persediaan, modal kerja, dan lain-lain, silakan pake utang bank aja.“
Kalo liatnya begini, utang tersebut jadi buat nambah Working Capital dan dividen berasal dari FCF 2021. Justru manajemen yang “minjem” laba hasil 2021 sementara dipake buat operasional. 😜
Jadi khusus kasus HEXA menurut saya tidak ada yang aneh. Dari DPR dan FCF sangat wajar untuk bagi dividen sebesar itu.
Dividen Pake Utang : Contoh Kasus McDonalds
Sedikit melebar. Saham-saham US bahkan ngutang untuk dividen dan buyback. Coba liat LK McDonalds di bawah ini. Utangnya ga tanggung2, bahkan sampe minus ekuitasnya gara-gara utang terus untuk bayar dividen + buyback.
Jadi tentang dividen pake utang ga usah pusing, selama operasionalnya bagus, labanya beneran ada, harusnya rapopo. Biasanya yang patut kita cermati adalah Cash Flow perusahaan terutama Cash Flow from Operations dan Free Cash Flow.
Disclaimer : Saya tidak punya HEXA dan tidak berencana untuk membeli HEXA dalam waktu dekat.